Sajadah Bisa Tularkan Virus Corona, Ini Kata Para Ahli
A
A
A
JAKARTA - Virus corona atau COVID-19 dapat menempel pada benda, seperti sajadah selama beberapa waktu. Dengan demikian, alat salat ini dapat menjadi salah satu media penularan virus yang semakin meluas. Oleh karena itu umat muslim yang ingin salat di masjid diimbau untuk membawa sajadah sendiri.
Terkait hal ini, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof Dr dr Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB menjelaskan virus yang pertama kali ditemukan di Wuhan, China ini dapat bertahan selama beberapa hari di permukaan.
Artinya, sajadah bisa menularkan virus tersebut. Namun tetap dengan beberapa catatan, di mana hal ini tergantung pada tempat sajadah disimpan.
"Sejadah masjid bisa menularkan, saya rasa kembali lagi bahwa virus ini memang bisa bertahan relatif lebih lama satu hari, dua hari jika udaranya dingin. Akhirnya tergantung lah ini posisi sajadahnya ini adanya di mana," jelas Prof Ari.
"Orang pas bersin di sajadah tersebut, jadi memang nempel (virus) sajadah tersebut. Jadi memang ini adalah salah satu hal kita menyetujui adanya aturan untuk membawa sajadah sendiri," tambahnya.
Pada dasarnya virus akan mati di suhu 30 derajat dalam waktu 1 jam. Berbeda halnya jika suhu dalam keadaan dingin. Prof Ari mengatakan, pada suhu dingin, virus akan bertahan lebih lama seperti halnya di Italia.
"Kalau panas tadi 30 derajat minimal, tapi kalau udaranya dingin nah itu kita harus tentukan lagi. Apalagi kalau 0 derajat ya, seperti beberapa negara. Italia segala macam, suhu mereka itu 2 derajat 3 derajat sehingga virusnya bisa bertahan lama di permukaan-permukaan jadi menular. Menempel di handel pintu dan kalo kesenggol kita, akan menginfeksi," papar dia.
Dr Laxman Jessani, Konsultan, Penyakit Menular, Rumah Sakit Apollo, Navi Mumbai mengatakan bahwa virus dapat tetap aktif selama 8-10 hari di permukaan kering. Dia menyebutkan virus bertahan dalam tubuh manusia pada 37 derajat celcius. Namun, suhu ambang batas yang tepat untuk menghancurkan virus COVID-19 masih belum diketahui.
Sedangkan, Direktur Institut Ilmu Kedokteran All India, Dr Randeep Guleria menjelaskan musim panas atau kelembapan, menurutnya tidak akan membunuh virus ini. Namun hal ini mungkin dapat mengurangi penularan virus, tetapi tidak akan membunuhnya. Seperti halnya di negara-negara tropis seperti Singapura dan Thailand dengan iklim yang panas dan lembab, juga menghadapi ancaman COVID-19.
Terkait hal ini, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof Dr dr Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB menjelaskan virus yang pertama kali ditemukan di Wuhan, China ini dapat bertahan selama beberapa hari di permukaan.
Artinya, sajadah bisa menularkan virus tersebut. Namun tetap dengan beberapa catatan, di mana hal ini tergantung pada tempat sajadah disimpan.
"Sejadah masjid bisa menularkan, saya rasa kembali lagi bahwa virus ini memang bisa bertahan relatif lebih lama satu hari, dua hari jika udaranya dingin. Akhirnya tergantung lah ini posisi sajadahnya ini adanya di mana," jelas Prof Ari.
"Orang pas bersin di sajadah tersebut, jadi memang nempel (virus) sajadah tersebut. Jadi memang ini adalah salah satu hal kita menyetujui adanya aturan untuk membawa sajadah sendiri," tambahnya.
Pada dasarnya virus akan mati di suhu 30 derajat dalam waktu 1 jam. Berbeda halnya jika suhu dalam keadaan dingin. Prof Ari mengatakan, pada suhu dingin, virus akan bertahan lebih lama seperti halnya di Italia.
"Kalau panas tadi 30 derajat minimal, tapi kalau udaranya dingin nah itu kita harus tentukan lagi. Apalagi kalau 0 derajat ya, seperti beberapa negara. Italia segala macam, suhu mereka itu 2 derajat 3 derajat sehingga virusnya bisa bertahan lama di permukaan-permukaan jadi menular. Menempel di handel pintu dan kalo kesenggol kita, akan menginfeksi," papar dia.
Dr Laxman Jessani, Konsultan, Penyakit Menular, Rumah Sakit Apollo, Navi Mumbai mengatakan bahwa virus dapat tetap aktif selama 8-10 hari di permukaan kering. Dia menyebutkan virus bertahan dalam tubuh manusia pada 37 derajat celcius. Namun, suhu ambang batas yang tepat untuk menghancurkan virus COVID-19 masih belum diketahui.
Sedangkan, Direktur Institut Ilmu Kedokteran All India, Dr Randeep Guleria menjelaskan musim panas atau kelembapan, menurutnya tidak akan membunuh virus ini. Namun hal ini mungkin dapat mengurangi penularan virus, tetapi tidak akan membunuhnya. Seperti halnya di negara-negara tropis seperti Singapura dan Thailand dengan iklim yang panas dan lembab, juga menghadapi ancaman COVID-19.
(tdy)